Saya yakin, pertanyaan yang seharusnya diajukan pada sekelompok orang adalah,
‘Siapa yang BELUM pernah makan mie instan?’
agar kita tidak kesulitan menghitungnya. Berapapun jumlah orangnya, pasti yang belum pernah mengonsumsinya hanya ada sedikit.
‘Siapa yang BELUM pernah makan mie instan?’
agar kita tidak kesulitan menghitungnya. Berapapun jumlah orangnya, pasti yang belum pernah mengonsumsinya hanya ada sedikit.
Mie instan dicintai karena harganya yang terjangkau, penyajiannya
yang praktis, rasanya yang lezat dan mudah dibeli dari warung hingga
hypermarket sekalipun. Namun mie instan juga dibenci terkait tuduhan
yang ditujukan padanya, bahwa mie instan merupakan penyebab kanker dan
penyakit parah lainnya. Jika Anda googling ‘bahaya mie instan’ banyak
sekali penjelasan tentang akibat buruk yang ditimbulkan, jika kita
mengonsumsinya secara berlebihan.
Kebetulan tempo hari kami berkesempatan mengunjungi pabrik mie instan
terbesar di Indonesia, yang berlokasi di daerah Gempol, Pasuruan.
Produknya terdiri dari beberapa merk mie instan, yang tersebar di
pelosok Indonesia dan dikirimkan ke manca negara. Varian rasanya sangat
banyak, terdapat 45 varian rasa yang sudah dipatenkan.
Proses produksi mie instan dimulai dengan pengadukan adonan yang
berbahan dasar tepung, pembentukan mie, pengeritingan, pemotongan sesuai
berat yang tertera pada kemasan, pengukusan, penggorengan, pendinginan,
dan pengemasan setelah masing-masing diberi pelengkap seperti bumbu,
sambal dan kecap.
Acara tanya jawab berlangsung cukup seru, karena mungkin cinta tapi
benci tadi. Ingin mengonsumsinya, namun takut dengan akibatnya.
Beruntung Manajer Safety and Health pabrik tersebut dapat menjawabnya
dengan baik, sehingga kabar yang beredar di masyarakat dapat diluruskan.
Semua jawaban Beliau hanya terkait dengan produk yang mereka hasilkan,
bukan mie instan secara general. Karena itu ketika ada berita yang
menjelek-jelekkan mie instan, tak ada yang bisa mereka lakukan karena
berita-berita tersebut tidak menyebutkan merk.
Berikut pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan:
Mie instan mengandung lilin.
Saat direbus, kok keluar buih-buihnya dan air berubah menjadi keruh. Karena itu ada saran untuk membuang air rebusan pertama untuk membuang kandungan lilin.
Saat direbus, kok keluar buih-buihnya dan air berubah menjadi keruh. Karena itu ada saran untuk membuang air rebusan pertama untuk membuang kandungan lilin.
Mie instan tidak mengandung lilin, apalagi formalin. Hal tersebut
didukung dengan masa expired date yang hanya 8 bulan, bukan tahunan.
Sedangkan buih yang keluar tersebut, adalah protein tingkat tinggi pada
bahan mie instan, yang berpindah ke air. Jika ada lilin, maka proses
tersebut akan sulit terjadi. Sedangkan gelembung yang muncul pada air
rebusan adalah minyak yang digunakan saat menggoreng mie. Mie harus
digoreng dulu untuk meningkatkan daya tahannya. Minyak goreng yang
digunakan adalah free fatic acid (ffa) dengan asam lemak yang rendah.
Melihat prosesnya, mestinya mie instan sudah matang dan aman untuk
dikonsumsi. Namun disarankan untuk merebusnya lagi agar lebih higienis.
Adonan mie telah diperkaya dengan mineral, sehingga jika air rebusan
dibuang, kandungan nutrisi juga terbuang.
Bumbu mie instan berbahaya.
Mengandung pengawet, penguat rasa, dan penyebab kanker .
Mengandung pengawet, penguat rasa, dan penyebab kanker .
Sebenarnya semua makanan dalam kemasan, mengandung pengawet dan
penguat rasa. Bahkan jika kita enggan menggunakan bumbu mie instan dan
menggantinya dengan saus dan kecap botolan, kedua produk inipun juga
mengandung zat yang sama.
Yang perlu dipastikan adalah zat apa yang digunakan, dan apakah
sesuai dengan standar kesehatan. Untuk produk ini, mereka menggunakan
zat yang sudah diijinkan oleh BPOM, halal, dan ukurannya disesuaikan
dengan standar WHO. Karena itu produknya sudah dilengkapi dengan
berbagai sertifikasi.
Pengawet diperlukan agar bumbu lebih tahan lama, sedangkan penguat
rasa untuk kelezatan pada saat menyantapnya. Saran yang diberikan adalah
jika bumbu mengalami perubahan warna atau basah, sebaiknya jangan
dikonsumsi. Namun jika menggumpal dan kering, masih aman untuk
dikonsumsi. Bumbu sebaiknya tidak ikut direbus bersama mie, karena bumbu
sendiri mengandung vitamin yang dapat rusak jika direbus.
Mengenai kanker, secara persentase penderita kanker yang dikaitkan
dengan konsumsi mie instan sangat sedikit, jika dibandingkan dengan
seluruh orang yang mengonsumsinya. Selain itu, sebenarnya perlu diteliti
juga mengenai gaya hidup dan paparan polusi yang diterima penderita,
karena semuanya itu bisa menjadi penyebab kanker.
Namun tentu saja semua yang berlebihan itu tidak baik. Berdasarkan
keterangan dari dosen Fakultas Farmasi, zat pengawet atau nipagin yang
digunakan aman dikonsumsi pada kisaran 10 mg/kg berat badan manusia.
Jadi jika seseorang memiliki berat 50 kg, batasan maksimum konsumsi
nipagin adalah 500 mg per hari. Jika dalam satu kemasan mie instan
mengandung 100 mg, maka batas aman konsumsinya adalah 5 bungkus per
hari. Namun dalam jangka panjang, konsumsi nipagin dengan kadar melebihi
batas maksimum dapat menimbulkan penyakit, antara lain
hipersensitivitas (alergi), urtikaria, bronkospasme, dermatitis, dan
kanker payudara.
Kenapa tempo hari ada penolakan terhadap mie tersebut di Taiwan?
Taiwan mengklaim mie instan mengandung bahan pengawet berbahaya yaitu
nipagin (p-metil hidroksibenzoat) yang dilarang pemakaiannya di negara
tersebut. Di Taiwan, pengawet makanan yang dipakai adalah etil hidroksi
benzoat.
Sebenarnya kedua bahan ini aman dipakai sebagai pengawet dalam
makanan, hanya perbedaannya terletak pada kemampuan penetrasinya. Selain
itu kedua bahan ini juga sudah diakui WHO mengenai keamanannya untuk
ditambahkan pada makanan, dan sudah disesuaikan dengan standar
internasional. Produk yang diekspor ke manca negara, selain soal rasa,
juga sudah disesuaikan kadar zat yang dikandungnya agar dapat masuk ke
negara tersebut.
Pabrik ini memandang pelarangan tersebut terkait dengan persaingan
usaha. Tak dipungkiri, produk mie Indonesia ini menjadi makanan yang
populer, bahkan di Nigeria saking populernya bisa menjadi makanan pokok.
Produk lain menjadi tersaingi, dan muncullah pelarangan tadi.
Semoga informasi ini bisa bermanfaat. Kalau saya sendiri sih prinsipnya,
‘Kalau cinta jangan terlalu, kalau benci jangan terlalu.’
Maksudnya, jangan cinta banget sampai mengonsumsinya berlebihan, bagi saya mengonsumsinya tiap hari itu berlebihan. Lebih baik memilih makanan yang tidak instan. Namun juga jangan terlalu benci, sehingga mempercayai begitu saja berita yang belum tentu kebenarannya. Dicek dulu, sebelum menyebarkannya kemana-mana.
‘Kalau cinta jangan terlalu, kalau benci jangan terlalu.’
Maksudnya, jangan cinta banget sampai mengonsumsinya berlebihan, bagi saya mengonsumsinya tiap hari itu berlebihan. Lebih baik memilih makanan yang tidak instan. Namun juga jangan terlalu benci, sehingga mempercayai begitu saja berita yang belum tentu kebenarannya. Dicek dulu, sebelum menyebarkannya kemana-mana.
***
sumber gambar : dunia-sang-maya.blogspot.com
sumber gambar : dunia-sang-maya.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar